Oct 6, 2009

Mencermati Eksistensi Para Wakil Rakyat


Jika mendengarkan kata ‘DPR’ atau ‘anggota DPR’, mungkin yang akan berada di benak kita semua yaitu kumpulan orang-orang berdasi yang terpelajar, penuh wibawa dan karisma. Namun, jika kita gali dan pikirkan lebih dalam lagi, angan-angan kita barusan mungkin akan sirna, pupus, dan, tak berbekas. Apa sebab? Dari sekian banyak sebab, yang paling utama penyebabnya adalah kebijakan-kebijakan serta perilaku dari anggota-anggota DPR itu sendiri.
Telah kita ketahui bersama, bahwa anggota DPR merupakan representasi dari rakyat di pemerintahan. Dari fakta itu pula kita dapat berasumsi seharusnya suara-suara, aspirasi-aspirasi, keluhan-keluhan, hingga unek-unek yang ada didalam hati rakyat juga musti di gembar-gemborkan oleh para anggota DPR. Tapi, jika kita lihat situasi selama ini, bisa dikatakan para anggota DPR masih ‘diam seribu bahasa’, jika tidak mau disebut ‘bisu’, walaupun tidak semua anggota DPR bersikap seperti itu. Hasil dari penelitian dua lembaga yang memfokuskan pada kinerja parpol dan DPR dapat kita jadikan acuan dari fakta di atas. Dari hasil penelitian, sebanyak 51% responden menyatakan aspirasi masyarakat, terutama golongan menengah kebawah masih belum terwakili selama ini. Jadi apa yang selama ini dikerjakan para pemimpin bangsa ini? Bagaimana mungkin para pemimpin bangsa ini bisa memberdayakan masyarakat, jika keinginan masyarakat tidak mereka hiraukan? Salah seorang ulama terkemuka, Aa Gym pernah berkata “Pemimpin yang sukses bukanlah pemimpin yang mampu membuat dirinya atau golongannya sendiri sukses. Pemimpin yang sukses adalah pemimpin yang mampu menyukseskan rakyatnya”. Sulit rasanya mendapatkan pemimpin yang disebutkan Aa Gym tersebut.
Jika melihat kondisi sekarang, mustahil rasanya melihat anggota DPR yang tidak menggunakan mobil mewah. Ini hal yang menyakitkan, terutama bagi bangsa yang sedang ingin bangkit dari keterpurukan. Hal lain yang juga cukup menyakitkan yaitu ketika sebuah media massa memberitakan rencana kenaikan gaji dan tunjangan anggota DPR sebesar 72-85% untuk pimpinan dan 34% untuk para anggota. Jumlah yang cukup menggiurkan di tengah kondisi rakyat yang ‘sekarat’. Mungkin para anggota DPR merasa kebutuhan mereka tidak terpenuhi dengan gaji dan tunjangan yang sebesar minimal Rp 25 juta itu. Fakta ini semakin menunjukkan kepada kita bahwa para anggota DPR seakan-akan seperti ‘pembunuh berdarah dingin’ yang tidak punya kepekaan sosial. Selain hal-hal diatas, ada satu fakta menarik yang cukup menggelitik untuk dibicarakan, yaitu tingkat kemalasan para anggota DPR yang kian bertambah, hampir 50% yang tidak hadir di dalam sidang. Kalau begitu, apa gunanya digaji tinggi tapi masih saja malas.

Salah satu jawaban dari permasalahan-permasalahan diatas yaitu dengan membubarkan fraksi. Karena selama ini ruang gerak para anggota DPR dikendalikan oleh fraksi partainya. Jika melenceng dari garis landasan partai, maka si anggota bisa saja di-recall. Jika sudah begitu, maka komunikasi dengan rakyat bisa terhambat, bahkan terputus. Selain itu, kesadaran dan kepekaan sosial juga dibutuhkan untuk memperbaiki mental para pemimpin bangsa yang loyalis pada diri sendiri dan kelompok. Seandainya, ada wakil rakyat yang benar-benar dipilih dari hati rakyat dan bukan dengan mengambil hati.

Belum lagi, salah satu fenomena yang dibuat oleh wakil-wakil rakyat kita di Senayan, dengan melakukan pemborosan anggaran pelantikan mereka yang menghabiskan dana sekitar 46 milyar rupiah. Menurut beberapa pengamat politik, hal ini disebabkan kurangnya koordinasi antar lembaga DPR, maupun DPD, maupun KPU, sehingga hal-hal yang sekiranya tidak perlu, seperti anggaran untuk pengadaan batik, jas, serta penginapan di hotel elit berbintang, tidak perduli apakah sang wakil rakyat berasal dari Jakarta ataupun luar Jakarta. Seharusnya, sebagai lembaga yang berada dalam satu naungan pemerintah, ketiga lembaga ini setidaknya mampu mengkomunikasikan serta mengkoordinasikan kepentingan-kepentingan mereka.

Mungkin akan terasa sulit bagi kita, sebagai pemimpin untuk memberikan teladan dan contoh bagi yang dipimpin. Tapi setidaknya, kita harus terus selalu berusaha, walaupun hal itu terasa berat.

0 comments:

Post a Comment